Minggu, 28 November 2021

2.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan Emosional

Koneksi Antar Materi 
Pembelajaran Sosial dan Emosional
 
Khairun Nissa, S.Pd
CGP Angkatan 3 Kabupaten Barito Utara 
Provinsi Kalimantan Tengah
 


 
        Pembelajaran sosial dan emosional peran guru sangat penting untuk menuntun anak memahami, mengelola, dan mengekspresikan aspek sosial dan emosional yang dirasakan agar anak dapat meraih keberhasilan, belajar, berinteraksi, memecahkan masalah, beradaptasi dengan tuntunan perkembangan juga untuk mengajarkan murid menjadi orang yang baik.

        Ki Hajar Dewantara mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. Pendidik menuntun peserta didik yaitu memberikan ‘tuntunan’ agar peserta didik dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar, menanamkan budi pekerti dan karakter.

           Nilai dan peran guru penggerak dalam pembelajaran berdiferensiasi yaitu guru dituntut agar dapat memiliki inovasi, mandiri berani dalam membuat pembelajaran dengan ide-ide kreatif agar pembelajaran sesuai dengan kebutihan murid selaluu melakukan refleksi dalam pembelajaran agar kedepannya pembelajaran lebih baik dan berpihak kepada murid. Guru harus mampu membangun relasi dan kerja sama dengan guru lain agar tercipta Profil Pelajar Pancasila dan belajar yang merdeka.

          Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi. Murid bebas berpikir kritis, mengutarakan pendapat, harapan, dan keinginan yang mereka rasakan dalam pembelajaran. Dalam mengutarakan pendapat guru berperan menuntun anak menumbuhkan kesadaran sosial mampu menghormati pendapat teman berperilaku sopan dan santun bentuk pengelolaan diri pada diri anak.

           Budaya positif sekolah adalah nilai-nilai dan keyakinan yang dibangun dalam jangka waktu lama tercermin sikap keseharian sekolah yang berpihak kepada murid agar murid berkembang sehingga terwujunya Profil Pelajar Pancasila. Budaya sekolah akan terwujud jika terdapat kolaborasi antara pemangku kepentingan di sekolah, baik peserta didik, rekan sejawat, kepala sekolah, komite sekolah, orang tua murid maupun masyarakat agar dapat menciptakan budaya ajar yang baik menuju murid merdeka. Salah satu buaya positif yaitu kesepakatan kelas yang diharapkan dengan adanya kesepakatan kelas dapat mematuhi tata tertib selama pembelajaran dan fokus, termasuk kedalam pengelolaan diri murid.

        Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Dalam pembelajaran tentunya murid memiliki keunikannya masing-masing sehingga murid memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda. dari kesiapan belajar, minat murid, serta profil belajar murid (gaya belajar). Guru harus melihat dan menyesuaikan keberagaman dalam kelas, pentingnya kreativitas guru dalam strategi pembelajaran berdiferensiasi baik konten, proses, dan produk. Pembelajaran harus berani mencoba menggunakan hal-hal yang kreatif baik materi ajar, media serta metode yang dapat membuat anak bebas berpikir dan kritis.
Cara mendapatkan kompetensi social emosional ini, maka guru dan murid harus memiliki kesadaran penuh terlebih dahulu sebelum pembelajaran di kelas akan dimulai. Agar otak kita dapat memiliki kesadaran penuh , maka guru dan murid melakukan tekhnik STOP, maka diharapkan dapat memunculkan kesadaran diri, dengan kesadaran diri diharapkan dapat menghargai perbedaan dan empati, serta pemahaman diri dan orang lain, sehingga mampu menghadapi tantangan dan perspektif yang berbeda-beda. Dari kesadaran diri ini pula, kita kaum guru dapat melaksanakan teknik KSE, sehingga puncak dari semua itu adalah kesejahteraan psikologis antara guru dan murid.

     Tujuan dari Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk: 1). memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi; 2). menetapkan dan mencapai tujuan positif; 3). merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain; 4).  membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta; 5).membuat keputusan yang bertanggung jawab. Pembelajaran sosial dan emosional dapat diberikan dalam tiga cara penerapan, yaitu : 1). Rutin; 2). Terintegrasi dalam mata pelajaran; dan 3). Protokol.

      Kompetensi Sosial Emosional terdiri dari 5 bagian, diantaranya: 1). Kesadaran diri - pengenalan emosi; 2). Pengelolaan diri - mengelola emosi dan focus; 3). Kesadaran sosial - keterampilan berempati; 4). Keterampilan berhubungan sosial - daya lenting (resiliensi); dan 5). Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab.



        Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita berhenti, bernapas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri maupun orang lain, mengelola emosi yang muncul, hingga dapat membuat pilihan/mengambil keputusan yang lebih responsif, bukan reaktif. 

          Teknik STOP agar otak kita dapat memiliki kesadaran penuh. STOP merupakan akronim dari: 1). Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan; 2). Take a deep Breath/ Tarik nafas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar; 3). Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan; 4). Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.

Setelah guru dan murid melaksanakan teknik STOP, maka diharapkan dapat memunculkan kesadaran diri, dengan kesadaran diri diharapkan dapat menghargai perbedaan dan empati, serta pemahaman diri dan orang lain, sehingga mampu menghadapi tantangan dan perspektif yang berbeda-beda. Dari kesadaran diri ini pula, kita kaum guru dapat melaksanakan teknik KSE, sehingga puncak dari semua itu adalah kesejahteraan psikologis antara guru dan murid.
 
 
 
 

0 komentar:

Posting Komentar