Sahabat Teknologi Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2023

Sahabat Teknologi Kabupaten Barito Utara.

Mulai Dari Diri

Tergerak Bergerak dan Menggerakkan

Kelas Kita

Berbagi dan Kolaborasi Provinsi Kalimantan Tengah

Terus Melangkah

Sahabat Teknologi Kab. Barito Utara

Platfrom Pendidikan

Pendidikan Berbasis Teknologi

Senin, 13 Desember 2021

2.3.a.9 Koneksi Antar Materi - Coaching

 



Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara sangatlah relevan dengan dunia Pendidikan saat ini.  Menurut beliau bahwa pendidikan adalah proses menuntun tumbuh kembangnya anak sesuai dengan kodrat dan iradat yang dimilikinya agar anak tersebut memperoleh kebahagaian dan keselamatan baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat.  Ki Hajar Dewantara mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. Pendidik menuntun peserta didik yaitu memberikan ‘tuntunan’ agar peserta didik dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar, menanamkan budi pekerti dan karakter.

Salah satu proses menuntun tersebut dapat dilakukan dengan cara coaching. Dalam coaching guru berperan sebagai coach yang dapat menuntun murid sebagai coachee dengan mengajukan pertanyaan untuk menggali segala potensi dan kemampuan yang dimiliki murid dengan tujuan menuntun dan mengarahkan untuk mencari solusi.

Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan Coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses Coaching. Sebagai seorang Guru dengan semangat Tut Wuri Handayani, kita perlu menghayati dan memaknai cara berpikir atau mindset Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara guru dan murid yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. 4 cara berpikir melatih guru dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.

Guru sebagai coach sangat berperan penting dalam menciptakan kenyamanan bagi murid melalui keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga timbullah rasa empati, saling menghormati dan saling menghargai antara guru dan murid. 

Dengan kemampuan dan keterampilan bertanya dari seorang coach dapat menyadarkan murid akan kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya sehingga murid tersebut mendapatkan solusi atas permaslahannya sendiri. Dalam proses coaching, sangat jelas terlihat bahwa guru dan murid adalah mitra dalam belajar. 

Belajar bersama mengenali kekuatan yang dimiliki untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan murid. Kini, bukan zamannya guru cemerlang sendiri akan tetapi bagaimana murid pun menjadi  cemerlang dan bersinar. Untuk itu guru dapat membantu murid menemukan kekuatan untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya.

Salah satu cara untuk meningkatkan potensi dan kemampuan murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran yang dilakukan dengan amemperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan minat, profil dan kesiapan belajar. 

Guru sebagai coach akan selalu berupaya untuk menggali kebutuhan belajar murid dengan mendesain proses pembelajaran yang mampu memaksimalkan segala potensi yang dimiliki murid. Selain itu, secara social emosional segala potensi murid dapat berkembang secara maksimal. 

Proses coaching dapat berjalan degan mengoptimalkan ranah social emosional sehingga setiap murid mampu menyelesaikan setiap masalah dengan potensi dan kemampuannnya sendiri. Pada akhirnya mereka akan mampu hidup bebas dan merdeka menentukan jalan hidupnya sesuai kekuatan dan potensinya masing-masing.

Coaching yang dilakukan oleh coach kepada coachee  membutuhkan empat keterampilan yaitu: 

1.              Keterampilan membangun dasar proses coaching, 

2.              Keterampilan membangun hubungan baik, 

3.              Keterampilan berkomunikasi, dan

4.              Keterampilan memfasilitasi pembelajaran. 

Dalam proses coaching juga ada salah satu model yang biasa digunakan oleh coach yaitu model TIRTA yang meliputi langkah-langkah Tujuan utama pertemuan/pembicaraan; Identifikasi masalah coachee; Rencana aksi coachee; dan Tanggung jawab/komitmen. Dalam Aksi Aspek berkomunikasi untuk mendukung praktik coaching antara lain, Komunikasi Asertif menjadi Pendengar aktif, Bertanya reflektif dan Umpan balik positif.

Refleksi terhadap proses coaching di sekolah

1.        Coach dalam membantu coachee yang pertama yaitu memberikan
waktu seluas-luasnya untuk coachee mengutarakan apa yang dia rasakan, membuat situasi yang nyaman dan membangun kepercayaan coachee mencurahkan permasalahan yang dihadapinya;

2.        Coaching adalah salah satu bentuk usaha yang dilakukan guru untuk menuntun segala potensi murid untuk hidup sesuai kodratnya yang dimilikinya;

3.        Coaching menjadikan murid dapat hidup sebagai individu dan bagian masyarakat yang mampu menggali dan memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri;

4.        Coach membantu mengembangkan kemampuan coachee dalam mengambil keputusan, menerima umpan balik dan membantu merefleksikan;

5.        Coaching dapat menuntun murid untuk berkesadaran penuh mencapai kemerdekaan belajar.

 

 

Minggu, 28 November 2021

2.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan Emosional

Koneksi Antar Materi 
Pembelajaran Sosial dan Emosional
 
Khairun Nissa, S.Pd
CGP Angkatan 3 Kabupaten Barito Utara 
Provinsi Kalimantan Tengah
 


 
        Pembelajaran sosial dan emosional peran guru sangat penting untuk menuntun anak memahami, mengelola, dan mengekspresikan aspek sosial dan emosional yang dirasakan agar anak dapat meraih keberhasilan, belajar, berinteraksi, memecahkan masalah, beradaptasi dengan tuntunan perkembangan juga untuk mengajarkan murid menjadi orang yang baik.

        Ki Hajar Dewantara mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. Pendidik menuntun peserta didik yaitu memberikan ‘tuntunan’ agar peserta didik dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar, menanamkan budi pekerti dan karakter.

           Nilai dan peran guru penggerak dalam pembelajaran berdiferensiasi yaitu guru dituntut agar dapat memiliki inovasi, mandiri berani dalam membuat pembelajaran dengan ide-ide kreatif agar pembelajaran sesuai dengan kebutihan murid selaluu melakukan refleksi dalam pembelajaran agar kedepannya pembelajaran lebih baik dan berpihak kepada murid. Guru harus mampu membangun relasi dan kerja sama dengan guru lain agar tercipta Profil Pelajar Pancasila dan belajar yang merdeka.

          Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi. Murid bebas berpikir kritis, mengutarakan pendapat, harapan, dan keinginan yang mereka rasakan dalam pembelajaran. Dalam mengutarakan pendapat guru berperan menuntun anak menumbuhkan kesadaran sosial mampu menghormati pendapat teman berperilaku sopan dan santun bentuk pengelolaan diri pada diri anak.

           Budaya positif sekolah adalah nilai-nilai dan keyakinan yang dibangun dalam jangka waktu lama tercermin sikap keseharian sekolah yang berpihak kepada murid agar murid berkembang sehingga terwujunya Profil Pelajar Pancasila. Budaya sekolah akan terwujud jika terdapat kolaborasi antara pemangku kepentingan di sekolah, baik peserta didik, rekan sejawat, kepala sekolah, komite sekolah, orang tua murid maupun masyarakat agar dapat menciptakan budaya ajar yang baik menuju murid merdeka. Salah satu buaya positif yaitu kesepakatan kelas yang diharapkan dengan adanya kesepakatan kelas dapat mematuhi tata tertib selama pembelajaran dan fokus, termasuk kedalam pengelolaan diri murid.

        Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Dalam pembelajaran tentunya murid memiliki keunikannya masing-masing sehingga murid memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda. dari kesiapan belajar, minat murid, serta profil belajar murid (gaya belajar). Guru harus melihat dan menyesuaikan keberagaman dalam kelas, pentingnya kreativitas guru dalam strategi pembelajaran berdiferensiasi baik konten, proses, dan produk. Pembelajaran harus berani mencoba menggunakan hal-hal yang kreatif baik materi ajar, media serta metode yang dapat membuat anak bebas berpikir dan kritis.
Cara mendapatkan kompetensi social emosional ini, maka guru dan murid harus memiliki kesadaran penuh terlebih dahulu sebelum pembelajaran di kelas akan dimulai. Agar otak kita dapat memiliki kesadaran penuh , maka guru dan murid melakukan tekhnik STOP, maka diharapkan dapat memunculkan kesadaran diri, dengan kesadaran diri diharapkan dapat menghargai perbedaan dan empati, serta pemahaman diri dan orang lain, sehingga mampu menghadapi tantangan dan perspektif yang berbeda-beda. Dari kesadaran diri ini pula, kita kaum guru dapat melaksanakan teknik KSE, sehingga puncak dari semua itu adalah kesejahteraan psikologis antara guru dan murid.

     Tujuan dari Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk: 1). memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi; 2). menetapkan dan mencapai tujuan positif; 3). merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain; 4).  membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta; 5).membuat keputusan yang bertanggung jawab. Pembelajaran sosial dan emosional dapat diberikan dalam tiga cara penerapan, yaitu : 1). Rutin; 2). Terintegrasi dalam mata pelajaran; dan 3). Protokol.

      Kompetensi Sosial Emosional terdiri dari 5 bagian, diantaranya: 1). Kesadaran diri - pengenalan emosi; 2). Pengelolaan diri - mengelola emosi dan focus; 3). Kesadaran sosial - keterampilan berempati; 4). Keterampilan berhubungan sosial - daya lenting (resiliensi); dan 5). Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab.



        Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, sebelum memberikan respon dalam sebuah situasi sosial yang menantang, kita berhenti, bernapas dengan sadar, mengamati pikiran, perasaan diri sendiri maupun orang lain, mengelola emosi yang muncul, hingga dapat membuat pilihan/mengambil keputusan yang lebih responsif, bukan reaktif. 

          Teknik STOP agar otak kita dapat memiliki kesadaran penuh. STOP merupakan akronim dari: 1). Stop/ Berhenti. Hentikan apapun yang sedang Anda lakukan; 2). Take a deep Breath/ Tarik nafas dalam. Sadari napas masuk, sadari napas keluar. Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari lubang hidung. Lakukan 2-3 kali. Napas masuk, napas keluar; 3). Observe/ Amati. Amati apa yang Anda rasakan pada tubuh Anda? Amati perut yang mengembang sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas. Amati pilihan-pilihan yang dapat Anda lakukan; 4). Proceed/ Lanjutkan. Latihan selesai. Silahkan lanjutkan kembali aktivitas Anda dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.

Setelah guru dan murid melaksanakan teknik STOP, maka diharapkan dapat memunculkan kesadaran diri, dengan kesadaran diri diharapkan dapat menghargai perbedaan dan empati, serta pemahaman diri dan orang lain, sehingga mampu menghadapi tantangan dan perspektif yang berbeda-beda. Dari kesadaran diri ini pula, kita kaum guru dapat melaksanakan teknik KSE, sehingga puncak dari semua itu adalah kesejahteraan psikologis antara guru dan murid.
 
 
 
 

Kamis, 14 Oktober 2021

Koneksi Antar Materi - Budaya Positif

 

1.4.a.9. Koneksi Antar Materi - Budaya Positif

Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat  menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan  tumbuhnya kekuatan kodrat anak”.

Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar.

Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan harmonis antara cipta dan karsa demikian pula Bahagia.

Guru adalah tukang kebun, yang merawat tumbuhnya nilai-nilai kebaikan di dalam diri murid-muridnya. Guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan lingkungan di mana murid berproses menumbuhkan nilai-nilai dirinya tersebut. Dengan demikian, guru patut mengembangkan lingkungan yang sifatnya fisik (ekstrinsik) dan yang sifatnya psikis (intrinsik).